Pendakian selalu membawa ragam cerita yang berbeda-beda. Beberapa orang mengatakan bahwa mendaki adalah kegiatan seru yang bisa dinikmati. Tapi, beberapa yang lain justru merasa aktivitas ini tidak berguna dan buang-buang waktu saja. Enggak ada yang salah dengan argumen itu sebab setiap orang punya pengalamannya masing-masing.
Tapi, menurut saya, kalau ada orang yang enggak bisa menikmati pendakian, bukan berarti aktivitas itu omong kosong belaka. Melainkan, mungkin ada pengalaman yang enggak enak, seperti proses mendaki yang berlebihan salah satunya.
Dalam urusan pendakian saya termasuk golongan pemula. Pasalnya, saya hanya pernah mendaki dua bukit, bukan gunung. Pemula banget kan, ya? Tapi, ada hal yang menarik di kedua pengalaman itu. Pengalaman pertama saya membawa kesan buruk, sampai-sampai saya bergidik ngeri kalau ada orang mengajak aktivitas ini lagi.
Singkat cerita, setelah lima tahun, saya mencoba lagi dan memastikan ulang perihal kesan buruk tersebut. Ternyata pendakian tidak semenyebalkan itu. Bahkan, membawa kesan yang menyenangkan dan bikin nagih banget.
Setelah saya renungi, ternyata ada beberapa hal yang membuat saya enggak bisa menikmati perjalanan pertama. Karena itu, saya mau membagikan cerita pendakian saya yang kedua agar kalian bisa mengambil tips-nya!
#1 Ketinggian Gunung
Ketinggian gunung ternyata menjadi pertimbangan utama. Sebab, tinggi-rendahnya gunung menjadi sangat berpengaruh dengan kondisi tubuh kita. Semakin tinggi pendakian yang harus dilakukan, maka butuh persiapan yang mumpuni pula.
Saat di pendakian pertama, saya langsung diajak ke bukit dengan ketinggian hampir 1500 mdpl. Itu enggak terlalu tinggi memang, tapi sebagai manusia yang selalu rebahan dan jarang berolahraga, tentu ukuran itu menjadi masalah.
Karena itu, perjalanan naik gunung selanjutnya saya memilih tinggi gunung yang paling rendah, yakni 1100 mdpl. Bukan hanya itu, saya juga rajin berolahraga selama satu bulan sebelumnya. Alhasil rasanya pas dan bisa mencapai puncak.
Saran saya, kalian bisa memilih ketinggian yang rendah dulu untuk cek ombak kesehatan dan kekuatan tubuh. Mendakilah secara bertahap dari rendah ke tinggi. Kalau langsung digas, ya, modyar. Pasti akan langsung ngerasa kalau mendaki itu susah dan penuh penderitaan.
Berdasar dari pengalaman saya sih, ketinggian yang pas untuk pemula berada di antara 1000-1500 mdpl. Kalau diukur waktu berarti kalian akan sampai puncak dengan durasi 30-160 menit.
#2 Bawa Barang yang Penting Aja
Ingat, gunung itu berada di dataran tinggi dan kita harus mencapainya dengan usaha yang penuh perjuangan. Mangkanya, saya memisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Di perjalanan kedua, saya hanya membawa air mineral, makanan, P3K, dan jas hujan. Intinya, jangan semua barang dibawa, Guys. Nanti-nanti kalian akan kewalahan sendiri.
#3 Naik Puncak Langsung Turun
Cara satu ini sesuai selera saja, kalau lebih memilih berkemah, ya, boleh-boleh saja. Tapi, pengalaman saya berbicara kalau mendaki dan langsung turun atau biasanya dikenal dengan “tek-tok” lebih nyaman rasanya. Sebab, barang-barang yang dibawa semakin sedikit. Enaknya lagi, bisa memakai tas selempang saja.
Sedangkan, kalau mau berkemah barang yang harus dibawa banyak dan beban semakin berat. Masalahnya, naik dan hanya membawa tas selempang aja sudah berat. Jadi, jangankan membawa beban di pundak, wong bawa diri sendiri aja sudah mengkis-mengkis.
#4 Bawa Makanan dan Minuman yang Disuka
Selain membawa air mineral dan makanan yang berkarbohidrat, saya juga membawa makanan yang favorit. Sebab, langkah ini ampuh banget untuk meningkatkan semangat perjalanan. Dalam kondisi lelah saat pendakian, emosi kita akan cenderung mudah tersulut. Mangkanya, membawa makanan yang disuka seperti coklat akan menjaga mood tetap bahagia.
Enggak hanya itu, bagi saya, makanan kesukaan juga bisa menjadi tujuan pendakian. Seperti pengalaman saya kemarin yang membawa tahu sumedang. Jadi, sepanjang perjalanan saya membayangkan kenikmatan makan tahu semedang sambil melihat pemandangan di atas bukit. Dan, ternyata cara ini berhasil banget menghilangkan keletihan, Guys.
#5 Gunakan Pakaian yang Nyaman
Faktor utama yang menjadikan pendakian pertama saya berkesan buruk adalah pakaian. Saat itu saya enggak tahu kalau pergi ke bukit harus menempuh perjalanan yang sangat menanjak (#korbanditipu). Alhasil, saya hanya menggunakan kemeja dan celana kain tipis. Nah, kondisi pakaian yang enggak siap itu membuat tubuh saya meriang dan hampir pingsan. Lha, gimana, wong adem banget.
Akhirnya, saya menggunakan pakaian yang lebih siap di pendakian kedua—sweater, celana, dan sandal gunung. Ternyata pakaian sangat mempengaruhi kenikmatan saat mendaki. Baju yang saya gunakan bisa memberi kehangatan yang pas, celana terasa sangat ringan, serta sandal yang memberikan rasa aman. Nyaman banget pokoknya.
Jadi, buat kalian yang merencanakan pendakian, jangan lupa untuk memperhatikan pakaian yang akan dikenakan, ya.
#6 Ajak Partner yang Berpengalaman dan Pengertian
Sebagai pemula, saya sangat tidak merekomendasikan mendaki sendirian. Bukannya apa-apa, tapi kalau ada sesuatu yang terjadi, siapa yang akan menolong?
Sebab, di pengalaman kedua, saya hampir saja terpeleset dan dikejar anjing. Untungnya, saya bersama dengan sepupu yang memang sudah berpengalaman. Jadi, dia siap siaga menolong dan memberi arahan pada saya.
Karena itu, di pendakian pertama nanti, kalian wajib mendaki bersama teman yang sudah berpengalaman, yaa.
Oke, semoga cerita di atas dapat menginspirasi teman-teman yang memiliki niatan mendaki. Dengan persiapan yang lebih matang, terbukti pendakian akan memberikan kesan yang menyenangkan. Yuk cobain mendaki!