“Jeruji”
Jarum jam berhenti perdetik.
Perlukah introspeksi?.
Hari hari nikmati secangkir air sembari bersebelahan dengan sepotong roti.
Menyender sendiri.
Coret, tulis, revisi.
Bisakah selesaikan ini?.
Alunan “Hindia” semerbak temani dini hari.
Kertas bekas skripsi menjadi saksi teracak – acaki oleh aku ini.
Fiksi hati.
“Tarikan Malam”
Ruih menyangkal udara yang kian merasuki jiwa.
Sekam rasa membiru dan mereda tiada hentinya.
Gejolak merana menyisakan tanda tanya.
Rasa rasa tak sama seperti biasanya.
Cicak berbicara dan menyeka tak terasa.
Bertanya kenapa, mengapa dan bagaimana.
Lelah lungai tak di rasa.
Tertikam tajam tertekan dalam.
Menyesak tak mampu terluapkan.
Membujur kaku, menghirup kelu.
Mata menuju satu tuju, sajadah panjang itu.
Beranjak berat tersiksa jahat.
Kuatan niat gemuruhkan kata “Bismillah”.
“Cakra”
Berkeliling merasai gerigi demi gerigi.
Serasa menjangkau yang tak bertemu ujung.
Tiba tiba mati rasa melemahkan.
Firasat sia sia selalu saja menjadi duri duri penjebak saat itu.
Apakah?.
Oh, bulir bulir opini melinglungkan seketika.
Kedua tangan menggeggam kepala seraya mengisyaratan “sadarlah, sadar..”
Mengingat.
Abu Huairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman : Aku sesuai prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia menginga-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu (kumpulan malaikat).”
[HR. Bukhari, No. 6970 dan Muslim, No .2675].
Pernah diposting di akun pinterest @coretan_frasaa