Prinsip Let It Flow: Bagai Pedang Bermata Dua, Kapan Harus Mengikuti dan Berhenti?
Let it flow

Istilah “let it flow” sering muncul ketika kita lagi di persimpangan hidup. Lagi overthinking? Bingung ambil keputusan? Atau lagi ngerasa semua rencana berantakan? Biasanya langsung ada suara—entah dari orang lain atau bisikan hati sendiri—yang bilang, “Udah, let it flow aja…”

Di satu sisi, let it flow bisa membantu kita lebih santai, menerima keadaan, dan nggak terlalu ngotot sama hal-hal yang di luar kendali. Tapi di sisi lain, terlalu membiarkan segalanya mengalir juga bisa bikin kita kehilangan arah. Ibarat pedang bermata dua—bisa menenangkan, tapi juga bisa menjerumuskan.

Nah, biar nggak salah kaprah, yuk kita bahas kapan sebaiknya let it flow, dan kapan kita perlu stop dan ambil alih kendali!

Sisi Positif dari Let It Flow

Ilustrasi by Unsplash

1. Memberi Ruang untuk Bernapas

Saat kita punya banyak pikiran atau terlalu keras sama diri sendiri, prinsip let it flow bisa jadi pengingat untuk beristirahat. Kadang kita cuma butuh jeda dan memberi ruang untuk bernapas.

Menurut psikolog dan penulis Emotional Agility, Dr. Susan David, “Ketenangan datang bukan dari menghindari emosi, tapi dari bersahabat dengannya.”

Alih-alih memaksakan semuanya harus sesuai rencana, belajar mengalir justru bisa bikin pikiran lebih jernih dan hati lebih lapang.

2. Fokus pada Hal yang Bisa Dikontrol

Hidup kadang nggak bisa diprediksi. Konsep let it flow ngajarin kita untuk melepaskan hal-hal yang memang di luar kuasa kita. 

Prinsip ini juga sejalan dengan filosofi Stoik, yang mengajarkan kita untuk hanya fokus pada hal yang bisa kita kontrol. Nggak semua hal bisa kita atur, tapi kita bisa atur respons kita sendiri.

Letting go doesn’t mean giving up, but accepting that there are things beyond your control.

3. Mengurangi Tekanan Sosial

Kita hidup di era serba cepat. Semua orang merasa kompetitif untuk punya pencapaian. Kadang, tekanan itu bikin kita ngerasa harus terus maju. Nah, prinsip let it flow bisa jadi rem yang baik—bahwa tiap orang punya waktunya masing-masing.

Dalam budaya Jepang, ada konsep bernama Oubaitori—yang artinya kita nggak perlu membandingkan diri dengan orang lain, karena tiap orang tumbuh dengan cara dan waktu yang berbeda.

Baca juga: 3 Tips Jitu Atasi Kepercayaan Diri Setipis Tisu

Tapi… Jangan Kebablasan

1. Pasif dan Kehilangan Arah

Kalau semua dianggap “biarin aja deh, ngalir aja”, lama-lama kita bisa kehilangan arah. Nggak semua hal bisa diselesaikan dengan pasrah gitu aja.

2. Menunda Keputusan

Terlalu lama “mengalir” bisa bikin kita malah semakin jauh dari solusi. Prinsip ini bisa jadi tameng buat nggak ambil keputusan. Padahal, ada saatnya kita harus tegas dan ambil langkah.

3. Menghindari Tantangan dan Ketidaknyamanan

Kadang, “let it flow” dipakai buat menghindar dari hal yang sulit. Padahal, bisa jadi itu kesempatan kita untuk berkembang.

”You can’t get to courage without walking through vulnerability.”

— Brené Brown —

Kapan Harus Mengalir, dan Kapan Harus Pegang Kendali?

Let it flow ketika…

  • Kamu udah berusaha maksimal, tapi hasilnya tetap di luar kendali.
  • Kamu butuh jeda untuk memulihkan diri.
  • Kamu sedang dalam fase adaptasi dan butuh waktu buat menyesuaikan diri.

Berhenti dan ambil kendali ketika…

  • Kamu ngerasa stuck dan hidup kayak jalan di tempat.
  • Kamu mulai menghindari hal penting hanya karena takut gagal.
  • Prinsip ini kamu pakai sebagai alasan buat nggak bergerak.

Seperti Air, Tapi Jangan Lupa Dayungnya

Ilustrasi by Unsplash

Filsuf Tiongkok, Lao Tzu, pernah bilang:

“Water is fluid, soft, and yielding. But water will wear away rock, which is rigid and cannot yield. What is soft is strong.”

Kadang yang lembut justru paling kuat, kayak air. Tapi bahkan air pun perlu batas, biar nggak malah luber ke mana-mana.

Prinsip let it flow bukan berarti pasrah dan menyerah. Ini soal keseimbangan—tahu kapan harus menerima, dan kapan harus melangkah. Seperti naik perahu di sungai, kadang kita biarkan arus membawa, tapi ada saatnya kita perlu mendayung supaya nggak terbawa ke tempat yang salah.

Jadi, kamu lagi di fase yang mana? Lagi mengalir, atau udah waktunya pegang kemudi?

Share Artikel Ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Lainnya