Pembantaian Khejarli seolah menjadi pertanda betapa Bumi ini sudah tua. Setidaknya, planet Bumi telah diperkirakan berumur 4,54 miliar tahun. Artinya, sudah lebih dari 50 juta tahun planet ini menjadi tempat hidup para manusia, hewan, dan tumbuhan hijau.
Omong-omong soal tumbuhan hijau, kita sebagai manusia juga seharusnya turut andil dalam menjaga kelestariannya. Sebagaimana tumbuhan hijau tersebut telah memberikan kita udara (dalam bentuk oksigen) melalui proses fotosintesis. Sayangnya, nasihat dan pembelajaran tentang betapa pentingnya menjaga alam, hanya masuk telinga kanan keluar lewat telinga kiri saja.
Buntut Dari Aksi Larangan Menebang Pohon
Nyatanya, di India justru pernah terjadi pembantaian massal pada tahun 1730. Pembantaian yang menyebabkan setidaknya 363 manusia tewas akibat keserakahan dari seorang pimpinan Kerajaan Marwar. Pembantaian ini dinamai Pembantaian Khejarli, mengacu pada nama sebuah hutan pohon Khejri yang sengaja dilindungi oleh masyarakat setempat.
Singkatnya, Abhai Singh ingin membangun istana untuk dirinya sendiri di sekitar desa Khejarli dan mengutus pasukannya untuk menebang pohon-pohon yang ada. Selanjutnya, masyarakat setempat tidak terima dan berusaha melindungi pohon Khejri dengan memeluk pohon suci tersebut. Tragisnya, Abhai Singh tanpa basa-basi langsung membantai setidaknya 363 para pemeluk pohon tersebut.
Dilansir dari ancient-origins.net, raja Abhai Singh memang telah memiliki branding sebagai pimpinan Kerajaan Marwar yang kejam. Diketahui bahwa dirinya naik tahta setelah membunuh ayahnya sendiri. Tidak hanya itu saja, Abhai Singh juga sering mengenakan pajak tinggi kepada rakyat untuk membiayai perang dan bahkan suka bermain dengan para wanita. Alhasil, eputasinya menjadi semakin disorot setelah aksi Pembantaian Khejarli yang dilakukannya.
Pada tahun 1930, Abhai Singh mengutus salah satu pasukannya untuk mengumpulkan kayu demi pembangunan istana baru. Akhirnya, mereka tiba di sekitar desa Khejarli, Rajasthan, India Utara. Saat itu, penduduk desa dipimpin oleh Amrita Devi Bishnoi menolak keras kedatangan pasukan kerajaan tersebut, apalagi harus menyerahkan pohon suci Khejri.
Dalam hal ini, situasi pun semakin memanas setelah para pasukan kerajaan berusaha memberikan imbalan suap kepada siapapun penduduk desa yang meninggalkan pohon suci tersebut. Bagi penduduk desa Khejarli, hal tersebut justru menjadi penghinaan dan mereka dengan lantang mengumumkan bahwa lebih baik mati sekarang daripada pohon suci Khejri ditebang.
Amrita Devi bersama ketiga anaknya langsung memeluk pohon suci Khejri tersebut. Sayangnya, para pasukan kerajaan langsung memenggal kepala mereka sebelum mulai menebang pohon. Sebelum meninggal dunia, Amrita berkata
“A chopped head is cheaper than a chopped tree”. (Kepala yang ‘dicincang’ justru lebih murah daripada pohon yang ditebang)
Amrita Devi
Kematian Amrita justru menyulut kemarahan penduduk desa, terutama dari kalangan Bishnoi di wilayah Rajasthan. Akhirnya, para Bishnois dari 83 desa beramai-ramai ke desa Khejarli untuk menyelamatkan pohon suci mereka.
Protes mereka lakukan dengan memeluk pohon suci tersebut. Mulai dari orang-orang tua, pria, wanita, hingga anak-anak langsung maju melindungi pohon Khejri. Tanpa babibu, pasukan kerajaan langsung membunuh mereka dan setidaknya 363 Bishnoi (termasuk Amrita Devi dan 3 anaknya) terbunuh saat melindungi alam.
Akhirnya, aksi kekejaman tersebut tentu saja langsung menyebar ke seluruh India. Nama Abhai Singh selaku pimpinan pun tercoreng dan dirinya datang ke desa tersebut untuk meminta maaf.
Saat ini, lokasi pembantaian telah menjadi tempat ziarah bagi para penganut agama Bishnoi.
Mengapa Mati-Matian Melindungi Pohon Khejri?
Dilansir dari feminisminindia.com, eksistensi pohon Khejri yang amat dilindungi oleh segenap penganut Bishnoi ini benar-benar memiliki posisi khusus dalam hidup mereka. Yap, pohon Khejri adalah pohon suci bagi agama Bishnoi. Jangankan menebang, bahkan memotong cabang-cabangnya saja adalah hal tabu.
Pohon Khejri atau biasa dikenal sebagai ghaf memang berasal dari wilayah gersang di sekitar Asia Barat, terutama India. Uniknya, pohon ini mampu bertahan hidup di tanah gurun – tanpa sumber air.
Pohon Ghaf dijadikan sebagai pohon nasional oleh negara Uni Emirat Arab dan bahkan pemerintah turut mengatur kewajiban untuk menanam pohon ini supaya tetap lestari.
Nah, hal tersebut berkaitan dengan keadaan tanah di wilayah Rajasthan yang tidak subur. Saat musim panas, suhunya bisa mencapai 50°C, itu pun disertai dengan angin berputar yang membawa debu. Flora fauna paling umum ditemui di wilayah tersebut adalah blackbucks (antelop India), rusa Chinkara, ayam hutan, dan pohon Khejri ini.
Sekalipun wilayah Rajasthan tidak ramah untuk ditinggali manusia, tetapi ternyata suku Bishnoi bertekad hidup disana. Suku Bishnoi ini menganut kepercayaan Bishnoi yang ada di India – pengikut Guru Besar Jambheshwar. Kepercayaan ini memiliki 10 perintah dalam hidup, terutama melestarikan dan melindungi alam sekitar. Maka tidak heran bahwa suku Bishnoi begitu mati-matian melindungi alam mereka, terutama pohon suci Khejri.
Pada tahun 2019, pernah viral beredar foto seorang wanita yang diklaim sebagai bagian dari suku Bishnoi tengah menyusui seekor blackbuck (antelop India).
Bagi suku Bishnoi, pohon Khejri dianggap suci sebab menjadi penyelamat wilayah gurun di Rajasthan. Mulai dari pohonnya yang sering dijadikan tempat berteduh, daunnya menjadi makanan bagi hewan-hewan ternak, buahnya dijadikan sebagai makanan manusia, hingga kayunya sering dijadikan sebagai bahan bakar.
Dapat dikatakan, pohon Khejri ini sebagai hal berharga bagi kehidupan ekonomi dan ekologi di hamparan gersang Rajasthan.
Pohon Khejri juga dianggap sebagai sesuatu suci dalam epos Ramayana dan Mahabharata.
Sumber:
Selviani, dkk. (2021). Analisis Ekofeminisme Gerakan Chipko di India. Indonesian Journal of International Relations, Vol 5 (2).
https://en.wikipedia.org/wiki/Khejarli_massacre
https://www.ancient-origins.net/weird-facts/tree-huggers-0018135