Di antara pukul 6 dan pukul 7, pertemuan itu terjadi. Pertemuan tak terduga yang telah terhitung ketiga kali. Pertemuan sederhana namun menyisakan kesan tersendiri. Sesederhana kau membantuku menyeberangi jalanan yang tak pernah sepi. Sesederhana kau berani memecah hening dan memulai perbincangan basa-basi. Sesederhana kau ucapkan “Sampai Jumpa lagi! Semoga kita dipertemukan kembali,” di setiap akhir pertemuan. Sesederhana itu, tetapi tak semua orang bisa melakukan. Sesederhana itu saja sudah cukup membuatku luluh.
Di persimpangan jalan, pertemuan itu bermula. Sapaan ramah yang terdengar tulus membuatku tak menaruh rasa curiga. Tak seperti kebanyakan orang acuh tak acuh di kota ini, sopan santunmu membuatku merasa aman. Bahkan saat kau memulai perbincangan, aku segera merasa nyaman padahal kita masih dua orang yang sama-sama asing. Sejenak aku menyadari, berbincang singkat yang penuh basa-basi denganmu ternyata cukup menghilangkan penat yang selalu hinggap setelah seharian bekerja. Tuturmu berbicara, pemilihan kata yang kau ucapkan, sudah dapat kusimpulkan bahwa kau memang orang yang pandai berbicara di depan umum dan mudah mengakrabkan diri dengan orang lain. Banyaknya perbedaan diantara kita tak membuat perbincangan terhenti. Padahal kita beda secara jenis kelamin, usia, asal muasal, generasi, jenjang karir dan masih banyak lagi. Satu hal kesamaan kita adalah sama-sama menjadi budak korporat yang selalu pulang dengan jalan kaki.
Di antara pukul 6 dan pukul 7, kita sama-sama tak menyangka dipertemukan kembali setelah sekian lama. Kita sama-sama ingat bahwa kita adalah orang yang sama. Senyum sumringah tampak jelas di wajahmu, seolah mengucap syukur atas pertemuan ini. Seperti biasa, kau yang lebih dulu menghilangkan rasa canggung diantara kita. Kau juga yang lebih dulu membuka perbincangan, dan kau juga yang sigap memanduku menyeberang jalan. Postur tubuhmu yang tinggi dan tegap membuatku merasa aman saat berjalan beriringan denganmu. Tiap kali bertemu denganmu membuatku merasa ada teman berjalan sembari berdamai dengan polusi dan kemacetan. Di pertemuan yang terhitung ketiga kali ini, kita sama-sama tak menyadari bahwa sejauh ini belum pernah saling memperkenalkan diri. Kita selalu sibuk berbagi informasi yang penting maupun tak penting, membicarakan apa saja yang terlintas di kepala, sebelum akhirnya berpisah di sebuah toko buku legendaris. Kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing.
Di antara pukul 6 dan 7, pertemuan kita benar-benar berakhir di pertemuan ketiga tempo lalu. Meski sudah kuusahakan pulang kerja di jam-jam yang harusnya kau juga pulang, tetapi tetap saja tak pernah lagi kutemui sosokmu. Aku pun mulai bertanya-tanya, kemana kah dirimu? Aku benar-benar berharap pertemuan kita di antara pukul 6 dan 7 terjadi lagi. Aku masih penasaran dengan banyak hal tentangmu, terutama namamu. Aku masih berharap bisa berjalan beriringan lagi, berbincang banyak hal, dan menjalin hubungan baik denganmu. Namun, harapanku tak pernah terkabul, kenyataannya pertemuan kita tak terjadi lagi. Padahal di pertemuan terakhir, kita sama-sama tak lupa mengucap “Sampai Jumpa lagi! Semoga kita dipertemukan kembali”. Aku benar-benar tak menyangka pertemuan kita berakhir begitu saja tanpa tahu nama dan kontak pribadimu.
Di antara pukul 6 dan pukul 7, pertemuan kita benar-benar tak pernah terjadi lagi. Kau seolah-olah telah menghilang dan jauh dari jangkauanku. Sejenak aku bertanya, apa benar sosok dirimu adalah sosok makhluk seperti diriku? Atau memang kau jelamaan yang dikirim Tuhan untuk bertemu denganku? Ya walau pertemuannya sesingkat itu, apa memang kau dikirim untuk menemaniku berjalan dan berdamai dengan kota ini. Ah sudahlah, semakin kupikirkan semakin banyak pertanyaan tak masuk akal. Tapi aku masih penasaran, kenapa harus berakhir di pertemuan ketiga? Sebuah angka yang cukup sedikit jika dihitung dan cukup membuatku kecewa. Namun, apalah daya, aku tak punya kuasa untuk menciptakan kembali takdir pertemuan kita. Haruskah kurelakan pertemuan di antara pukul 6 dan 7? Jika memang demikian, sungguh sangat disayangkan, padahal masih banyak yang ingin kusampaikan. Hari telah berganti minggu, minggu telah berganti bulan, dan bulan telah berganti tahun. Takdir telah berkata lain, dan ya, pertemuan di antara pukul 6 dan 7 benar-benar sudah berakhir. Meski telah berakhir, tapi tenang aku akan selalu mengingat sosok dirimu termasuk kebaikan-kebaikanmu.
Terima kasih banyak, Orang Baik, meski hanya bertemu tiga kali tapi aku sangat terkesan dan bersyukur. Semoga hal-hal baik dan keberuntungan selalu hadir di setiap langkahmu. Semoga kau selalu berada dalam kondisi sebaik-baiknya. Untuk yang terakhir, izinkan aku berucap “Sampai Jumpa lagi! Semoga kita dipertemukan kembali.” Kini, kalimat penuh harap itu kembali menjadi kalimat yang tak pernah kudengar lagi.