Disclaimer! Rekomendasi film ini bukanlah drama dengan alur romansa klise anak-anak kuliahan yang sedang jatuh cinta, jadi jangan berharap adanya adegan cumbu sebagaimana umumnya drama dengan genre romance. Hanya saja, bagi kalian yang sedang bosan dengan alur film romcom yang mengatasi berbagai hambatan cinta sejati, Liberal Arts menjadi salah satu film yang saya rekomendasikan.
“Someone untuk kehilangan arah ternyata tidak hanya di umur 20an, tetapi juga pada umur 30/40 itu bisa terjadi” adalah yang pertama kali tergambar dalam pikiran setelah menyelesaikan movie: Liberal Arts (2012) yang dibintangi oleh Josh Radnor sebagai Jesse Fisher, Elizabeth Olsen sebagai Zibby. Fun factnya, Liberal Arts ini merupakan film yang ditulis, disutradarai, dan dibintangi sendiri oleh Josh Radnor.
Liberal Arts adalah sebuah film berskala kecil yang memiliki ketertarikan sendiri, di dalamnya membahas terkait idealisme, realitas kehidupan, sifat rumit dari masa penuaan, dan keindahan pengalaman hidup. Ringkasnya, film ini digambarkan dengan karakter Jesse sebagai pemuda dengan profesi Admission Officer di sebuah perguruan tinggi New York, dengan polemik kehidupannya yang seharusnya sudah menemukan jalan pada kedewasaan sesungguhnya.
Dari Judulnya, “Liberal Arts” Merupakan Hal Baru, Menarik Untuk Ditelusuri!
Liberal Arts (tidak hanya sekedar pengetahuan kebebasan), tetapi merupakan salah satu model pendidikan yang membekali siapapun yang mempelajarinya dengan pemahaman mendalam tentang emosi manusia, berbagai macam aspek kehidupan. Terlepas dari alurnya yang sedikit lambat, tetapi makna tentang hidup yang dapat diambil dari film ini cukup dalam.
Melalui dialog yang dibangun oleh Jesse dan Zibby, mereka menggambarkan bagaimana sudut pandang mengenai hidup dari lintas generasi. Digambarkannya bahwa penuaan itu pasti, tetapi untuk mengukur kedewasaan seseorang tidak hanya melalui umur, namun juga tentang bagaimana ia dapat menyelesaikan apa yang dilakukan.
Alurnya Sederhana, Bisa Juga Jadi Rekomendasi Film Bagi Yang Terjebak Comfort Zone
Berikut beberapa momen dan penggalan dialog dari Liberal Arts yang cukup menyegarkan. Pada momen pertama adalah pertemuan Jesse dan Zibby saat menyususuri taman kampus. Jesse mengungkapkan satu hal yang baru ditemukannya, sejauh ini yang tidak dirasakannya semasa kuliah:
“Aku pikir satu hal yang aku suka semuanya saat aku disini, perasaan bahwa semuanya adalah mungkin, pilihan yang tak terbatas di depanmu. Kamu akan keluar dari sekolah dan apapun bisa terjadi, keputusan akan dibuat. Lalu, semua pilihan ada di depanmu, tidak lagi pada titik tertentu, kamu akan melakukan apapun”.
Momen berkesan berikutnya dalam film ini adalah saat dimana Jesse mendengarkan musik klasik dari Zibby, setelah pertemuan mereka sebelum Jesse kembali ke New York. Saat jesse menemukan warna yang hidup, betapa indahnya New York, Jesse dapat memandang New York lebih indah, dan hidup dengan apa yang ada di sekitarnya. Musik yang dikenalkan Zibby bagaikan mediasi perdamaian hidup Jesse.
Jesse mengapresiasi apa yang terjadi antara dirinya dan Zibby dengan klise, mengirimkan surat via pos kepada Zibby, hingga keduanya membangun romansa satu sama lain. Hanya saja, romansa mereka tidak terjalin hingga akhir. Jesse menyadari bahwa hubungan yang mereka jalin adalah sepantasnya tidak untuk diteruskan.
Film ini dipenuhi dengan renungan tentang masa depan antara kedewasaan umur dan penyesuaian prilaku. Jesse mengatakan, “Sejak saya berusia 19 tahun, saya tidak pernah merasa seperti saya belum berusia 19 tahun”. Penggalan dialog tersebut seolah memberi tahu fakta dunia bahwa tidak ada yang bisa merasa seperti orang dewasa.
Liberal arts merupakan film yang cukup ringan untuk dinikmati bagi yang suka film dengan dialog panjang, dari kesederhanaan interaksi antara Jesse dan Zibby. Hubungan yang ditunjukkan oleh Elizabet Olshen begitu effortless, sehingga terkesan natural. Chemistry yang dibangun juga santai, terlihat pada scene saat Jesse dan Zibby menyusuri taman kampus.
Film ini diakhiri dengan karakter Jesse yang telah menemukan dirinya sendiri dari sebuah “pelarian”. Apa yang terjadi dalam hidup Jesse layaknya dewasa tidak hanya dengan bertambah usia, tetapi juga tanpa takut untuk bertambah tua, yang artinya siap untuk apa yang akan terjadi, lebih berani melibatkan hal baru, bahwa kita ini tidak terbatas untuk memaksimalkan hidup.
Kesimpulan
Liberal Arts menjadi gambaran baru saya dalam memandang usia, baik itu 20an atau 30an dan 40an ataupun keseluruhannya. Usia tidak menjadi penghalang bagi kita untuk terus tumbuh, menerima harapan dan cinta. Hanya saja memandang usia sebagai tolak ukur untuk diri kita hari ini dan yang lalu. Kita akan lebih baik dari masa-masa muda yang menyenangkan, jangan takut untuk tumbuh tua, Josh!