Fenomena perselingkuhan kerap kita temukan di sektor mana pun. Sebagai seorang single yang berteman dengan banyak ibu-ibu muda selalu dikagetkan dengan informasi mengenai perselingkuhan.
Ada banyak alasan seseorang berselingkuh dari pasangannya. Baik laki-laki maupun perempuan, siapa saja bisa berselingkuh. Suami berselingkuh dari istrinya atau istri berselingkuh dari suaminya.
Bagaimana bisa perselingkuhan dianggap sebagai hal lumrah? Bukankah itu telah merusak esensi dari pernikahan mereka?
“Memiliki relasi dengan orang yang sudah berkeluarga itu memiliki sensasinya tersendiri tauk!”, ucap seseorang padaku. Alih-alih takut Tuhannya murka, mereka malah mencari sensasi tidak masuk akalnya.
5 Alasan Orang Berselingkuh
Ketika ikut duduk-duduk kongkow bersama orang yang sudah berumah tangga. Saya selalu mendapatkan informasi mengenai alasan dan faktor yang melatarbelakangi orang-orang memilih untuk melakukan perselingkuhan.
Ekonomi
Keadaan finansial yang tidak stabil selalu menjadi alasan terbesar orang-orang rela mempertaruhkan kesetiaannya. Pasangan yang dianggap kurang memberikan sangu menghadirkan keinginan pasangan lain mencari ‘penyedia’ di masa sulitnya.
“Jangankan buat skincare, buat makan aja kadang kita minjem”, dalih yang sering digunakan sebagai pembenaran mereka.

Bahasa Cinta yang Berbeda
Banyak penyintas yang saya temui, mereka kesulitan memahami tentang bahasa cintanya. Sampai-sampai pada kesehariannya mereka merasakan kurangnya mendapatkan kasih dari pasangannya.
Perbedaan bahasa kasih di antara pasangan sering menimbulkan kesalah pahaman. Akhirnya, salah satu atau bahkan keduanya selalu merasa tidak bisa memahami pasangan.
Belum Selesai dengan Dirinya Sendiri
Orang-orang yang belum bisa berdamai dengan dirinya, selalu membawa beban di masa lalu dalam kehidupannya. Hal ini mempengaruhi kepiawaian mereka dalam mengelola emosi. Tidak sedikit orang menjadikan pasangannya sebagai bulan-bulanan emosinya.

Lebih mengerikan lagi, jika dalam rumah tangganya terjadi kekerasan. Kekerasan tidak hanya berbentuk fisik, bisa juga emosional. Salah satu dari pasangan bisanya mencari pelarian (orang) yang bisa lebih meyayangi dan menghadirkan ruang aman baginya.
Memudarnya Perasaan

Kehadiran orang ketiga tidak semata-mata muncul begitu saja, bisa karena mereka sengaja dihadirkan dalam relasi pernikahan mereka. Memudarnya rasa cinta dan kasih antara pasangan akan memunculkan pikiran membandingkan pasangannya. Seakan-akan pasangan mereka tidak cukup layak dan orang lainlah yang pantas dijadikan pasangannya.
Baca juga: Pengen Move On tapi Masih Galau? Kenapa ya?
Perjodohan

Perjodohan acapkali digunakan sebagai cara pemaksaan seseorang menjalin relasi. Keterpaksaan menghadirkan rasa tidak aman bagi si korban yang dijodohkan. Alih-alih menjauhkan dari fitnah, perjodohan bisa menghadirkan fitnah baru jika pasangan tidak memiliki kerelaan hati membangun relasinya.
Baca juga: Fenomena Perkawinan Anak di Indonesia yang Masih Menjamur
Alasan apa pun yang digunakan sebagai dalih, tidak pernah membenarkan perilaku selingkuh. Penyelesaian dalam rumah tangga tidak melulu dengan menghadirkan orang ketiga. Itu justru akan menimbulkan masalah lain yang lebih fatal.
Menikah berarti bersedia merelakan diri dan hidupnya bersama pasangan. Jika sebelumnya belum ada kesiapan dengan banyak risiko yang akan dihadapi, menurut saya mending tunda dulu untuk menikah. Memahami calon pasangan dan beberapa latar belakang lain perlu dilakukan secara teliti.
Setidaknya itu akan mengurangi rasa kecewa jika ternyata pasangan tidak sepenuhnya menjawab ekspektasi kita. Lebih baik jangan terlalu berekspektasi tinggi.