Siapa, sih, yang nggak kenal dengan penyanyi yang mendapat label Teenage Dream Girl atau seperti yang ditulis Vogue—The Queen of Camp? Yes, Katy Perry yang belum lama ini terlihat ‘agak putus asa’ dengan lagu-lagu di album barunya—salah satunya, Woman’s World. Dilaporkan oleh Tom Morris, seorang jurnalis senior di Nine Network, AFL meminta Perry agar cukup menyanyikan lagu-lagu hit dari album lamanya, seperti Firework dan Roar, serta menghindari lagu dari album baru, seperti 143. Kira-kira apa, sih, yang menyebabkan karya musik Katy Perry kehilangan perhatian dan dukungan dari para fansnya?
Rebranding Error 1: Bingung Menentukan Target Market
Bukan hanya menciptakan lagu-lagu identik dengan image orang-orang yang hobi berpesta sampai begadang, seperti Last Friday Night dan California Gurls, tetapi juga karya musik lain yang berdaya tarik menggoda sekaligus berbahaya—E.T. dan Dark Horse. Dikarenakan para fans lamanya sudah bertumbuh dewasa, sedangkan fans barunya terpikat gaya musik Katy yang lantunan liriknya ear-catchy dan citra nyentrik sang penyanyi … rebranding yang dilakukan Katy Perry sejak era Prism mulai error.
Sumber: popcrush.com
Sejak era album Witness, beberapa fans nggak bisa memahami perubahan genre musik Katy Perry dari pop-rock atau pop-punk menjadi pop elektro, meskipun masih berkomitmen dalam genre besar pop. Terlebih lagi pesan sosial-politik yang nggak akrab di telinga dan simpati fans baru. Namun, usai album Witness yang gagal mengulang kejayaan album Prism, dua lagu hasil kolaborasi bersama penyanyi lain—Never Really Over ft. Zedd dan Harleys in Hawaii ft. Charlie Puth, seolah dijadikan peruntungan. Bahkan hadirnya dua lagu tadi terasa seperti terlalu dipaksakan menemani lagu-lagu lain di album Smile.
Rebranding Error 2: Asosiasi yang Mismatch
Penyebab kedua Rebranding Error dari Woman’s World oleh Katy Perry karena pemilihan rekan kerja yang salah. Dr. Luke, produser utama album-album emas Katy Perry, salah satunya Prism, ternyata juga seorang pelaku pelecehan seksual terhadap pelantun lagu Tick Tock, Kesha. Saking terdesak mempertahankan karir musik, Katy Perry yang sempat memutuskan kerja sama dengan Dr. Luke ketika era Witness dan Smile, justru kembali dilanjutkan di album berikutnya. Selain mempertahankan relevansi, Katy Perry sepertinya lupa kalau asosiasi dan kolaborasi juga perlu diperhatikan demi meyakinkan audiens akan pesan dari lagunya.
Sumber: tmz.com
Merilis lagu bangga menjadi perempuan, tetapi bekerja dengan pria yang melecehkan perempuan? Kesha bahkan turut mengunggah tweet LOL sebagai respons terhadap kembalinya kolaborasi antara Katy Perry dan Dr. Luke.
Rebranding Error 3: Lirik dan Video Musik yang Problematik
Nggak ada yang bisa membohongi audiens kalau hasil kerja sama Katy Perry dan Dr. Luke menunjukkan tidak adanya relevansi dengan isu feminis yang diangkat. Pertama, kasus Dr. Luke dan Kesha bak kutukan setelah gagalnya usaha Katy Perry yang memperlihatkan kepedulian sosialnya pada masyarakat melalui Witness dan Smile. Kedua, produk dari musisi itu sendiri, lagu Woman’s World. Lirik lagunya dikomentari beberapa audiens sebagai hasil Chat GPT.
Sumber: ew.com
Setelah mencoba menjadi musisi yang sangat peduli pada sosial-politik, kini Katy Perry beralih ingin memperkenalkan feminis dalam lagunya. Nggak ada yang salah, niat yang sangat bagus. Namun, sangat disayangkan bukan hanya dari lirik lagu Woman’s World, video musik lagu itu sendiri sangat bertentangan dengan keyakinan para feminis yang menolak male gaze demi merasa berdaya (empowered). Narasi lagu yang Katy Perry gadang-gadangkan sebagai seni memberdayakan perempuan itu justru lebih pantas dikategorikan bantuan bagi dominasi patriarkis dalam mengendalikan sistem sosial.
Rebranding Error 4: Bukan Age Problem, tapi Branding Problem
Apa hanya Katy Perry yang karirnya terjebak kontroversi selama berkarir di industri? Jawabannya tentu saja, nggak. Lantas kenapa selama bertahun-tahun, nggak seperti Taylor Swift dan Beyonce, Katy Perry masih kesulitan menentukan arah karir musiknya? Bisa kita lihat dari evolusi citra Katy Perry belakangan ini—awalnya menghindari pertanyaan media tentang alasan ia bekerja lagi bersama Dr. Luke, hingga membuka suara kalau pelaku pelecehan seksual itu banyak membantunya dengan album-album hits-nya di tahun 2010-2013an.
Baca juga: Aksi Memeluk Pohon Pada Pembantaian Khejarli di India
Alasan tersebut pun kurang kuat untuk mempertahankan citranya di mata publik. Contoh reinvensi citra musisi bisa dilihat dari Taylor Swift yang dapat merespons secara bijak dan memperkuat citranya setelah perseteruan dengan Kanye West. Katy Perry sulit mengikuti jejak karir penyanyi yang relevan dengan audiens muda, seperti Billie Eilish dan Ariana Grande, sedangkan Taylor Swift mampu mengikuti tren tanpa harus melepas citranya sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu-lagu heart-touching.
Kalau menurut kamu sendiri, nih, apa kira-kira yang bisa membantu rebranding dari karir musik Katy Perry?