Maukah kau datang ke pemakamanku?
Ia menatap cangkir kopi di depannya dan tidak berkata apa-apa.
— Prolog, hlm. 5
Kairos: Deskripsi Singkat
Berlin. 11 Juli 1986. Mereka bertemu secara kebetulan di dalam bus. Katharina adalah seorang pelajar muda, Hans lebih tua dan sudah menikah. Ketertarikan mereka sangat intens dan tiba-tiba, didorong oleh kecintaan yang sama terhadap musik dan seni, dan diperkuat oleh kerahasiaan yang harus mereka jaga. Namun, ketika Katharina mengkhianati Hans dengan seorang kolega, hubungan tersebut berubah menjadi lebih gelap. Saat GDR (German Democratic Republic) mulai runtuh, membuka era baru yang keuntungan besarnya juga melibatkan kerugian besar.
Jenny Erpenbeck, Penulis yang Tidak Dikenal oleh Negaranya Sendiri
Kairos karya Jenny Erpenbeck serta penerjemah Michael Hofmann ini mendapat penghargaan International Booker Prize 2024 pada 21 Mei. Faktanya, Kairos tidak populer di negara asal sang penulis. Namun, buku Bahasa Inggrisnya berhasil mencuri perhatian para pembaca di Amerika Serikat.
Jenny Erpenbeck lahir di Berlin Timur pada tahun 1967, dan merupakan sutradara opera, penulis naskah drama, dan novelis pemenang penghargaan. Dia pertama kali dilatih sebagai penjilid buku, kemudian bekerja sebagai manajer alat peraga teater sebelum mempelajari arahan teater musikal dan menikmati karir yang sukses sebagai sutradara opera dari akhir 1990-an.
Novel debutnya berjudul “Geschichte vom alten Kind” diterbitkan pada tahun 1999. Erpenbeck telah memenangkan beberapa penghargaan, termasuk karya terjemahan The Book of Words (2008), Visitation (2010), The End of Days (2014, pemenang Independent Foreign Fiction Prize), dan Go, Went, Gone (2017, yang masuk dalam daftar panjang International Booker Prize tahun 2018). Ia juga telah memenangkan beberapa penghargaan sastra, termasuk Guardian’s 100 Best Books of 2019 dan International Booker Prize pada tahun 2024 bersama Michael Hofmann.
Review Buku Kairos: Mengandung Spoiler!
Pros yang tertuang di dalam Kairos yakni, pertama, alur cerita menarik dan cerdas mengingat bahwa kisah cinta antara Katharina dan Hans mengambil latar utama sebelum, selama, dan sesudah GDR runtuh. Ketika keruntuhan GDR terjadi, hubungan mereka seolah-olah juga roboh secara metafora. Kedua, sebagai perspektif pembaca, tertarik untuk mengusut lebih lanjut tentang peristiwa Tembok Berlin. Ketiga, konflik yang diusut begitu serius dan gelap. Terakhir, masing-masing tokoh utama mempunyai karakter kuat.
Kemudian cons yang ditemukan dalam buku ini, pertama, Erpenbeck menciptakan gaya baca berupa narasi penuh tanpa dialog, sehingga memungkinkan pembaca untuk merasa cepat bosan. Kedua, karena Kairos mengangkat alkisah romansa perselingkuhan dengan perbedaan umur yang begitu jauh, mungkin hal tersebut bersifat tabu bagi sebagian orang. Dan ketiga, terdapat unsur hubungan sesama jenis walaupun cukup ringan.
Katharina, mahasiswi desain teater berumur 19 tahun diciptakan oleh Erpenbeck sebagai sosok yang polos. Ia bertemu dengan Hans secara kebetulan di dalam satu bus di tahun 1986. Hans merupakan seorang penulis dan penyiar radio berusia 53 tahun. Erpenbeck menciptakan Hans sebagai sosok yang manipulatif dan selalu melakukan kontrol, sudah menikah, dan telah memiliki seorang putra berusia remaja.
Masing-masing karakter utama diceritakan secara detail. Di balik kepolosan seorang Katharina, ternyata ia merupakan sosok tokoh yang rela mengkhianati bahkan mengingkari janjinya sendiri. Tidak hanya itu, Katharina “rela” menjadi selingkuhan dan berhubungan dengan koleganya sendiri bernama Vadim, ketika ia masih berhubungan mesra dengan Hans. Begitu muncul konflik dalam hubungannya bersama Hans, tidak hanya koleganya yang terlibat hubungan asmara dengan perempuan tersebut, melainkan juga dari teman sesama jenis. Di tengah huru-hara tersebut, hubungan Katharina dan Hans tetap dilanjutkan karena Katharina merasa pantas untuk menerima hukuman yang diberikan oleh Hans.
Contoh kedua, Hans digambarkan sebagai sosok yang melodramatis dan pencemburu disanding dengan sisi manipulatifnya. Dia memiliki masa lalu yang kelam. Hans tumbuh di bawah cengkeraman Hitler di Jerman, menyaksikan fasisme menguasai ayahnya. Di usianya menginjak 18 tahun, Hans bergabung dalam anggota Hitler Youth, organisasi pemuda paramiliter yang didirikan oleh Partai Nazi. Kemudian, dari Berlin Barat ia pindah ke Berlin Timur.
“Kairos, dewa keberuntungan, konon memiliki sejumput rambut di dahinya, yang merupakan satu-satunya cara untuk mencengkeramnya. Karena begitu sang dewa menyelinap dengan kaki bersayapnya, bagian belakang kepalanya licin dan tak berbulu, tidak ada tempat untuk menggenggamnya. Apakah ini saat yang beruntung ketika dia, berusia 19 tahun, pertama kali bertemu Hans?”
— hlm. 6
Bagian prolog Kairos, sebenarnya sudah cukup menggaris bawahi bahwa Hans meninggal dunia sebagai penutup kisah. Erpenbeck juga menceritakan ketika Katharina menemukan dua boks berisi arsip-arsip yang disimpan Stasi di apartemennya sebagai jawaban atas teka-teki dari segala lika-liku hubungan mereka. Hans selama ini merupakan seorang informan, menjadi kolaborator Stasi, polisi rahasia Jerman Timur, secara tidak resmi.
Secara keseluruhan, bisa diambil kesimpulan bahwa faktor generasi, perbedaan masa dan pendapat, metafora Katharina dan Hans layaknya pertikaian antara Timur dan Barat, menjadi sebuah sokongan besar jikalau persinggungan mereka mempertegas akan tak ada kesamaan serta peliknya perjalanan romansa mereka untuk berusaha bersatu kembali.
Kairos cocok bagi pembaca yang tertarik akan sejarah dan politik, terutama dalam peristiwa sebelum, ketika, dan sesudah Tembok Berlin. Selain sejarah, referensi yang diberikan oleh Erpenbeck dalam isi cerita juga tergolong menarik, seperti selera musik klasik bagi Katharina dan Hans antara lain Bach, Chopin, dan Mozart. Begitu dengan komposer Hanns Eisler serta lagu kebangsaan Jerman Timur sebagai referen utama.
Kemudian, karena Hans adalah seorang penulis, Erpenbeck juga mengangkat referensi terkait dengan sastra, antara lain musikalisasi puisi karya Brecht, syair karya Thomas Mann, Kurt Barthel, dan lain sebagainya.
Translasi yang dirancang oleh Michael Hofmann bisa dibilang sederhana, sehingga tidak terlalu memberatkan pembaca untuk memahami isi cerita. Terutama bagi pembaca yang awam mengenai latar tempat dan waktu konflik bersejarah Tembok Berlin. Tertarik untuk berkelana di masa GDR bersama Katharina dan Hans? Jangan lupa masukkan buku Kairos ini di daftar bacaanmu, ya!
Baca Juga: Film Snow White, Kisah Klasik Putri Salju Karya Grimm Bersaudara