Kalian wibu? Sempat dianggap anak kecil? Malu mengakuinya? Kira-kira model pertanyaan kaya gitu yang sering banget kita dengar sebagai penikmat animasi khas Jepang. Hal itu tidak terlepas dari sikap aneh yang disebabkan terlalu membawa imajinatif ke dunia nyata, namun Jepang membawa dunia khayal itu bukan hanya sekedar sebagai ekspresi diri dan simbol semata, tapi sebuah titik balik.
Disisi lain, ternyata, anime yang menjadi bahan olokan atau perdebatan bagi orang ‘normal’ dan kaum wibu berhasil membuat Jepang maju secara ekonomi, bahkan jadi jembatan diplomatik antar negara. Transisi adaptasi yang cepat membuat anime meningkat kepopulerannya, lewat para fans, alur cerita, dan author menyihir audiens di berbagai tingkatan umur.
Selain itu, anime yang kita kenal sekarang adalah hasil dari sebuah evolusi sejarah dan cross culture antara Jepang dan Amerika. Bagian mana yang menjadi persilangan itu? Sebelum lebih jauh, mari kita telisik lebih dalam ke sejarah manga sampai anime.
· Seni Memahat untuk Manga
Kemunculan manga sudah ada pada abad 12, dikenal sebagai era Kamakura Jidai yang berawal dari seni Budha. Bentuk manga masa ini masih berupa gulungan dan tidak dicetak seperti buku yang kita kenal saat ini. Model pembuatan manga akhirnya semakin berkembang sampai di tahun 1814 yang dipopulerkan oleh Hokusai seorang seniman dan penulis Jepang dari Tokyo. Keterampilan Hokusai dalam seni pahat, ia aplikasikan untuk memproduksi manga dengan media kayu.
Pembuatan manga Hokusai diawali mencetak sebuah sampul buku bergenre fiksi, yang disebut kibyoshi/sampul kuning. Dirinya di awal tahun 1800 an bekerjasama oleh seorang penulis untuk mengembangkan genre fiksi populer yang dikenal sebagai yomihon.
Kolaborasi Hokusai ini berhasil menciptakan ilustrasi yang diwarnai aksi dan drama emosional, terkadang dialog atau narasi ditampilkan di halamannya. Dengan mengukir gambar diselembar kayu ia debut dalam pembuatan manga. Dari sini awal format gambar komik/ manga sekarang yanh kita kenal berasal.
· Apakah Anime dan Kartun sama?
Kata anime berasal dari bahasa inggris yaitu animation. Serapan bahasa menunjukkan adanya keterlibatan negara lain mengenai evolusi manga dari 2D menjadi gambar bergerak. Cerita bergambar dari Jepang ini, akhirnya digemari masyarakat global. Selain genre yang dikembangkan ke bermacam variasi, inovasi gambar bergerak menjadi ide selanjutnya. Produksi animasi pada era film bisu Amerika di tahun 1917 mengawali langkah Jepang. Namun pengaruh dari gempa dan perang dunia ke II membuat Jepang sulit untuk memproduksi animasi, kebangkrtutan yang dilanda membuat ekonomi menurun dan produksi animasi bergerak ditangguhkan karena biaya yang mahal.
Setelah berakhirnya kepiluan yang diterima oleh Jepang, pemerintah mendorong produksi manga dan melanjutkan ide anime untuk disalurkan ke publik. Distribusi itu dilakukan sebagai pengalih perhatian masyarakat setelah peperangan dan bencana alam.
Selain latar belakang pahit dari penayangan anime, gambaran budaya dan sosial juga ikut melekat dalam pembuatan anime. Ciri khas cerita yang mengangkat tema mengenai kehidupan seputar gaya hidup, tingkat sosial, dan kritik budaya menjadi corak dari kartun Jepang yang kita kenal.
· Anime untuk Soft Power Diplomacy
Setelah negeri sakura melewati masa paceklik, wacana anime ini akhirnya bisa dinikmati oleh publik Jepang. Unsur budaya, nilai, dan gagasan di dalam alur cerita anime, memang jadi bagian sentral bagi para kreator. Potensi ini, akhirnya dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang untuk mengenalkan budaya yang dianut dalam masyarakat. Industri kreatif yang dirintis menjadi soft power diplomacy untuk membangun jaringan antar negara.
Dari penggambaran kuil, bangunan, dan baju adat yang disampaikan di anime kita sadari bahwa ketika melihat bentuk dan strukturnya, kita langsung dapat membayangkan itu berasal dari Jepang. Di linilain, para fans juga sering menirukan pakaian dari karakter dalam cerita, sampai mengunjungi tempat ikonik yang ada di anime.
Ekspansi ekonomi anime yang dilakukan oleh Jepang berhasil membuat lapangan pekerjaan di dalam negeri sendiri. Dalam produksi anime, studio membutuhkan ahli di bidang animator, desainer, dan seiyu (pengisi suara). Bidang pengisi suara mempunyai peran vital terhadap karakter, terciptanya identitas karakter karena suara yang dihasilkan. Disisi Lain, para fans juga mengambil andil dalam pertumbuhan ekonomi. Karakter-karakter di anime berhasil menyihir fans agar menirukan pakaian, bahasa, dan gerak tubuh. Properti yang dibawa untuk cosplay, jadi bisnis jasa.
Kostum yang dipesan oleh cosplayer bisa dipesan di toko-toko, tahun 2025 para cosplayer bisa memesan kostum secara virtual sesuai dengan karakter yang disuka. Munculnya narikiri (layanan pesan kostum online) disebabkan sulitnya mencari kostum yang diinginkan dan toko kostum cosplay yang tersedia biasanya hanya menjual kostum karakter populer saja.
Jelas sekali Jepang bisa dikategorikan sebagai negara maju. Kolaborasi antar sejarah, budaya, dan teknologi berhasil meningkatkan kualitas ekonomi Jepang. Disisi lain, budaya yang digambarkan dalam anime atau manga jadi pengenalan budaya secara global.