Secangkir Kopi Hiruk pikuk kota ini, terdengar bising saling bersahutan Aku, malam ini Ditemani secangkir kopi dan raga raga peredam gundah Sesekali gelak tawa terdengar Lelucon yang entah sudah berapa kali terlontar Tetapi tak pernah terasa hambar Aku, menatap pinggiran piring kecil tempat cangkirku bertahta Ah, setetes kopiku tak sengaja tumpah disana Lagi, kuraih kembali secangir kopiku Kuseduh perlahan sembari menatap objek didepan sana Jalanan yang tak pernah sepi, lalu lalang kendaraan yang tak pernah absen Tak lupa jua langit malam dengan rinainya yang setia memayungi Kualihkan tatapanku, menuju gawai yang sedari tadi tak ku hiraukan Jemariku tergerak untuk membalas beberapa deret pesan disana Semua orang, menanyakan perihal aku Dimana aku, sedang apa aku, bagaimana aku Tersentak, tersadar sesaat Lantas, ditengah ramai ini, mengapa aku masih merasa sepi? Bukankah aku sedang tidak berada diruang sunyi? Ah, ternyata hanya pikiranku saja yang berisik. Negeri Tuli Negeri ini sedang tuli Suara aspirasi masuk kanan keluar kiri Lolos berlalu seolah tiada arti Perlukah negeri ini kita bongkar lalu operasi? Aspirasi sedang hilang harga diri Apalah arti demokrasi, jika orasi terkekang jeruji besi Segala gerak gerik di curigai Sedang dalam gedung terkurung tawa para politisi Inikah demokrasi negeri ini? Apalah arti kebebasan, Jika mahasiswa turun aksi dilempari caci maki Apalah arti keadilan, Jika para tikus berdasi masih bebas berbasa-basi Apalah arti nurani, Jika para petinggi bernarasi penuh tipu diri Negeri ini tidaklah lahir dari tangan sang apatis Rakyat tercekat dikelabui para wakil rakyat Rakyat tertindas dibawah kekuasaan beringas Rakyat tersudut diujung tanduk penguasa tersulut Sedang negeri ini semakin hari kian berkabut Lantas,siapakah yang masih pantas disebut? Akankah tuan bertekuk lutut tanpa perlu dituntut? Atau hanya ocehan belaka bak perkutut? Lekas pulih, negeriku. Cercah Terkadang, dalam bayang Ketika ia datang, dengan segenggam yang menjadi kenang Aku terpejam, Menikmati segala muram, yang betah bersemayam Mencoba menebak alur, Akankah berakhir teratur? atau malah babak belur? Ada yang berbisik, mengusik Terkesan ingin asyik, namun nyatanya malah berisik Dengan segala sabar, ku coba keluar Dari semua pikiran yang terasa hambar Ya, semua titik temu, Yang semakin semu untuk menjadi tuju Akankah semua dapat menyatu tanpa ini itu? Atau malah memecah ke segala arah Penuh cercah dan harapan yang tak yakin berakhir cerah Sudah lelah? Atau masih bertahan untuk tidak lengah? Pergi,diri ini mengatakan harus pergi Namun hati, sepertinya tidak bisa diajak berkompromi Jikalau begitu, Anggap saja semua yang berlalu, dalam angan kelabu Tidak akan pernah menjadi temu Dengan begitu, tidak akan ada rasa ragu Untuk saling melupa, yang pernah terjadi disebuah lalu. Baca Juga: Lokomosi
