Tak dapat dipungkiri bahwa Ramayana menjadi salah satu epos paling terkenal yang sudah ada sejak 400 SM silam. Alhasil, epos tersebut turut mempengaruhi beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Thailand.
Serba-Serbi Ramakien Secara Singkat
![](https://menulis.id/wp-content/uploads/2024/02/1455253181_5559-org.jpg)
Dilansir dari factsanddetails.com, negara Thailand telah memiliki sejarah panjang dalam hal kesastraan, tepatnya sejak abad ke-13. Kala itu, sastra Thailand masih ditulis dalam gaya puisi yang bersifat religius atau hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan. Adapun sastra Thailand yang paling terkenal adalah Ramakien.
Lho, kok namanya mirip dengan “Ramayana”?
Tentu saja, sebab Ramakien ini dapat dikatakan sebagai ‘Ramayana’-nya Negara Gajah Putih. Di sisi lain, epos khas Thailand ini turut dipengaruhi oleh 3 sumber yakni epos Ramayana, teks kuno Wisnu Purana, dan kisah Hanuman Nataka.
Sosok yang pertama kali mencetuskan penulisan Ramakien ini adalah Raja Rama I. Ramakien berisikan sekitar 60.000 bait yang bahkan lebih panjang dari versi aslinya.
Dilansir dari mediatikusastra.com, Ramakien ini kemudian dialihkan menjadi bentuk drama tari topeng khas Thailand yang disebut sebagai Khon. Pada masa pemerintahan Raja Rama IV, Khon dipamerkan kepada masyarakat setempat dan sering dimainkan hingga detik ini.
Berhubung Ramakien ini merupakan adaptasi, maka tentu saja segala konteksnya digambarkan dengan gaya Thailand. Mulai dari pakaian, senjata, topografi, hingga elemen alamnya. Jika epos Ramayana yang berasal dari India itu berlandaskan pada agama Hindu, maka epos ini disesuaikan dengan masyarakat Thailand yang mayoritas beragama Buddha.
FYI, epos Ramayana versi negara Kamboja disebut dengan nama Reamker dan membutuhkan waktu sekitar 50 jam untuk membacanya.
Ramakien vs Ramayana, Apa Saja Perbedaannya?
![](https://menulis.id/wp-content/uploads/2024/02/Mural-LE2.jpg)
Dari segi asal muasal, epos Ramayana berasal dari negara India yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Sementara itu, Ramakien berasal dari negara Thailand dengan mayoritas masyarakat beragama Buddha, sehingga bentuknya pun diadaptasi sesuai dengan kondisi masyarakat Thailand yang sebenarnya.
Perbedaan mencolok antara Ramayana dengan Ramakien adalah penggambaran peran dewa monyet, Hanoman, dan akhir kisah eposnya. Berdasarkan sebuah buku berjudul Lonely Planet For Thailand karya Joe Cummings, menyatakan bahwa epos Ramayana ternyata datang ke Thailand sejak 900 tahun lalu.
Epos Ramayana tersebut begitu terkenal baik secara lisan maupun tulisan. Namun akhirnya pada masa pemerintahan Rama I (1762-1809), kemudian mulai mengembangkan epos versi mereka sendiri.
Nama-nama yang digunakan pada epos tentu saja disesuaikan dengan nama ala Thailand. Misalnya pada tokoh penjahat Rahwana, disebut sebagai Thotsakan, yang sama-sama memiliki 10 wajah dan 12 lengan.
Hal lain yang membedakan antara Ramakien dengan Ramayana adalah pada epos Thailand ini tidak terdapat Jatayu. Jika melihat pada epos Ramayana, Jatayu selaku burung raksasa akan membantu Rama merebut Sinta dari tangan jahat Rahwana. Namun pada epos khas Thailand ini, Rama justru dibantu oleh Hanoman untuk merebut Sinta kembali.
Apabila Ramakien telah dialihkan dalam bentuk drama tari topeng Khon, maka karakter baik dan jahatnya dapat dilihat dari topengnya. Berhubung di Thailand memiliki cukup banyak candi, maka mahkota yang menjadi bagian dari kostum drama Khon, juga dibentuk meruncing ke atas sedemikian rupa mirip stupa.
Ada kepercayaan kuno Thailand bahwa siapapun yang membaca kisah Ramakien ini selama 7 hari 7 malam, maka akan memiliki kekuatan untuk menurunkan hujan ke bumi.
Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Ramakien
https://www.mediatikusastra.com/2021/03/rechauffe-of-ramayana-story-into.html?m=1#google_vignette
https://factsanddetails.com/southeast-asia/Thailand/sub5_8e/entry-3252.html
https://www.thephuketnews.com/culture-seven-interesting-points-about-the-thai-ramakien-56188.php