Sekalipun tidak tahu nama bangunan besar ini, tetapi pasti kamu pernah melihatnya di televisi, buku, maupun konten sosial media ‘kan? Nah, bangunan besar yang memiliki banyak tiang ini bernama Parthenon, salah satu kuil Yunani yang dibangun pada abad ke-5 SM.
Konon, kuil Parthenon ini tidak hanya menjadi simbol peradaban Yunani Kuno saja, tetapi juga bukti demokrasi masyarakat Athena. Hingga detik ini, keberadaan kuil Parthenon masih menjadi monumen budaya yang terletak di kota Athena, Yunani.
Total 7 Kali Kuil Parthenon Dihancurkan dan Diubah Kembali

Sejak dibangun pada zaman Pericles yakni sekitar tahun 447-432 SM, fungsi utama dari kuil Parthenon adalah tempat pemujaan patung Dewi Athena. Tidak hanya itu saja, kuil Parthenon ini bahkan dianggap sebagai simbol atas kemenangan Athena sebagai pemimpin pasukan Yunani, di atas pasukan Persia, tepatnya pada kepemimpinan Xerxes dan Darius.
Selama 2000 tahun lamanya, kuil ini ternyata telah diubah dan bahkan dihancurkan sebanyak 7 kali. Namun akhirnya, kuil tersebut masih berdiri tegak hingga detik ini.
1. 480 SM, Penjarahan Kota Athena Oleh Persia

Pada abad ke-5 SM, dapat dikatakan menjadi masa keemasan dari kota Athena. Buktinya, sebagian besar bangunan megah di puncak kota Acropolis (sekarang masih ada) diiringi dengan perkembangan seni, filsafat, dan teater. Ditambah lagi, selama 5 dekade melawan Persia, pasukan Athena selalu menang, terutama dalam Pertempuran Platea (479 SM).
Pembangunan kuil ini dimulai pada tahun 447 SM dan berhasil selesai pada 438 SM.
FYI, lokasi pembangunan kuil Parthenon ini ada di puncak bukit Acropolis yang sebenarnya sudah terdapat reruntuhan dari kuil Hekatompedon.
Sayangnya, pembangunan kuil Parthenon yang belum selesai itu, harus menghadapi kehancuran selama penjarahan kota Athena oleh Persia pada 480 SM. Kala itu, Persia menyerang kota Athena dan menghancurkan apapun, tak terkecuali bangunan kuil Parthenon yang belum selesai.
Akibatnya, masyarakat kota Athena tidak berani membangun kembali kuil ini dan tetap membiarkan reruntuhannya terbengkalai begitu saja selama 30 tahun.
2. 146 SM, Diubah Menjadi Gereja

Pada tahun 146 SM, terjadi Pertempuran Korintus antara tentara Romawi dengan tentara Yunani, dengan hasil berupa kemenangan bangsa Romawi. Alhasil, bangsa Romawi pun mengambil alih Yunani.
Meskipun kota Athena dijajah oleh Romawi, tetapi bangsa tersebut tetap mempertahankan karakteristik Klasik dan Helenistiknya yang dimiliki oleh kota Athena sebelumnya. Hal utama yang diubah adalah keyakinan masyarakat Athena, sebab Kekaisaran Romawi (380 SM) yang menduduki kota tersebut mulai mengadopsi Kekristenan sebagai agama negara.
Artinya, pada masa tersebut sudah mulai banyak kuil dewa-dewi yang dialihfungsikan menjadi tempat gereja.
Lantas, bagaimana kabar kuil Parthenon yang masih dalam bentuk reruntuhan akibat penjarahan Persia di masa lalu? Tentu saja segera diubah menjadi gereja yang didedikasikan untuk Bunda Maria.
Beberapa bagian dari kuil ini diubah dan ditambah beberapa ikon-ikon yang melambangkan Kristen serta altar. Bangunan kuil ini bahkan menjadi salah satu tujuan ziarah umat Kristen pada masa Kekaisaran Bizantium.
Pada tahun 1204-1250, bangunan Parthenon juga dialihfungsikan sebagai gereja Katolik setelah terjadi Perang Salib IV.
3. 1458, Diubah Menjadi Masjid

Siapa sangka jika bangunan Parthenon megah ini pernah diubah menjadi masjid? Yap, tepatnya pada tahun 1458 saat Kekaisaran Ottoman berhasil merebut kota Athena.
Kekaisaran Ottoman (Turki) kemudian memerintah wilayah Yunani, terutama kota Athena dari abad ke-14 hingga awal abad ke-20. Berhubung Kekaisaran Ottoman memang mayoritas adalah muslim, maka agama Islam pun menjadi agama dominan di kota Athena.
Meskipun demikian, pihak Kekaisaran Ottoman tidak langsung “menyuruh” seluruh masyarakat Athena untuk memeluk agama Islam. Umat Kristen Ortodoks Yunani diizinkan tetap menjalankan agama mereka dan mayoritas masyarakat Athena juga tetap beragama Kristen Ortodoks.
Dapat dikatakan bahwa bangunan kuil ini justru menjadi simbol atas penaklukan sekaligus dominasi Islam atas masyarakat Yunani. Bangunan Parthenon kemudian direnovasi untuk dijadikan masjid. Semua dekorasi yang melambangkan agama Kristen pun dihilangkan. Khususnya adalah pembangunan sebuah menara pada bangunan tersebut.
4. 1687, Pengeboman Oleh Venesia

Sayangnya, penggunaan bangunan Parthenon sebagai tempat ibadah ternyata tidak berlangsung lama. Pada tahun 1987, terjadi upaya pengeboman oleh Venesia di kota Athena.
Tragedi tersebut melibatkan Kesultanan Utsmaniyah (Turki) dengan koalisi Eropa, termasuk Republik Venesia. Tujuan utama pengeboman sekaligus pengepungan tersebut adalah untuk melemahkan kekuatan Kesultanan Utsmaniyah di wilayah Mediterania Timur sekaligus memperkuat pengaruh Venesia.
Alasan mengapa Venesia menargetkan kota Athena karena kota tersebut sangat strategis, dianggap sebagai jantung dari Kekaisaran Utsmaniyah yang bermakna simbolis.
Selama upaya pengepungan dari Venesia, tentu saja pasukan Kesultanan Utsmaniyah menjadikan bangunan-bangunan besar, termasuk Parthenon, sebagai benteng pertahanan. Khususnya bangunan Parthenon yang malah digunakan sebagai tempat penyimpanan bubuk mesiu dan amunisi.
Alhasil, pasukan Venesia langsung menjadikan bangunan kuil ini sebagai sasaran utama. Benar saja, ketika serangan mortir dari pihak Venesia menyasar ke Parthenon, bangunna tersebut langsung meledak dan bagian tengahnya hancur.

Pada tahun 1688, pasukan Venesia kemudian meninggalkan kota Athena. Masyarakat Athena yang beragama Islam pun membangun sebuah masjid kecil di dalam reruntuhan bangunan Parthenon tersebut.
5. 1805, Beberapa Dekorasi Dilepas Oleh Sir. Elgin

Sekitar tahun 1799 hingga 1803, terjadi perselisihan sengit antara pemerintah Yunani dengan pihak British Museum di London. Perselisihan tersebut dimulai saat duta besar Inggris untuk Kesultanan Utsmaniyah, Sir Elgin, memperoleh izin dari petinggi Utsmaniyah untuk membuat gips dan dokumentasi beberapa bangunan di Yunani termasuk Parthenon.
Kala itu, Sir Elgin berpendapat bahwa tindakannya semata-mata untuk melestarikan sekaligus melindungi bangunan Parthenon dari kerusakan lebih lanjut. Beliau juga turut mengklaim bahwa Kesultanan Utsmaniyah mengabaikan bangunan tersebut sehingga membuat patung-patung maupun dekorasinya mengalami pelapukan hingga vandalisme.
Sir Elgin tidak bekerja sendirian. Dirinya dibantu oleh tim pengrajin untuk membongkar lebih banyak patung dan dekorasi, kemudian mengirimkannya ke Inggris.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada 1816, diketahui bahwa Sir. Elgin justru menjual beberapa marmer bangunan Parthenon ke pemerintah Inggris. Hingga detik ini, dekorasi marmer tersebut telah menjadi bagian dari koleksi British Museum dan diberi nama Parthenon Marbles atau Elgin Marbles.
Hal tersebut tentunya langsung mengundang sejumlah kontroversi. Tindakan Sir. Elgin dianggap sebagai penghapusan warisan budaya dari tempat asalnya. Pemerintah Yunani yang sebenarnya telah sejak lama menentang keputusan Sir. Elgin itu, masih berupaya meminta supaya dekorasi marmer tersebut dikembalikan ke kota Athena.
6. 1832, Negara Yunani Berusaha Membangun Kembali Parthenon

Pada tahun 1821 hingga 1830, terjadi Perang Kemerdekaan Yunani. Perang tersebut menandai sebagai bentuk upaya kaum revolusioner Yunani berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Kekaisaran Utsmaniyah.
Cukup banyak tokoh terkenal yang membantu aksi revolusi tersebut, termasuk penyair Lord Byron.
Setelah dijajah selama 376 tahun lamanya, akhirnya Yunani resmi bebas dan diakui sebagai negara merdeka melalui Perjanjian Konstantinopel pada tahun 1832. Hal tersebut secara tidak langsung pun menjadikan bangunan Parthenon sebagai lambang identitas nasional, warisan budaya, hingga ketahanan negara Yunani.
Tak berselang lama dari kemerdekaan tersebut, pemerintah Yunani berusaha memulihkan bangunan Parthenon ke tampilan awal yang bernuansa Yunani Klasik Kuno. Pembangunan kembali ini berfokus untuk mengganti elemen arsitektur yang rusak maupun hilang. Segala dekorasi yang telah dilakukan pada zaman Romawi, Utsmaniyah, hingga Venesia, juga telah dihapus.
7. 2022, Pemerintah Yunani “Memulihkan” Parthenon Sebagai Wisata

Pada tahun 2022 silam, Kementerian Kebudayaan Yunani memperkirakan bahwa setidaknya ada 16 ribu orang telah mengunjungi puncak Acropolis untuk kegiatan wisata. Jumlah tersebut dinilai sebagai angka yang kecil, sebab Yunani notabene adalah salah satu tujuan wisata tersibuk di Eropa.
Di sisi lain, pemerintah Yunani cukup “posesif” dalam melindungi bangunan Parthenon dari jumlah pengunjung. Yap, pihak pemerintah Yunani membatasi para pengunjung untuk ‘menyentuh’ bangunan Parthenon dengan palang pelindung maupun membatasi akses masuk ke area tertentu.
Bangunan Parthenon yang telah bertahan selama beratus-ratus tahun ini memiliki ancaman lain seperti polusi udara maupun perubahan iklim. Kedua ancaman tersebut dapat menyebabkan erosi pada marmernya.
Sumber:
https://www.thecollector.com/parthenon-transfromations-destructions/